you're reading...
Dari Gelanggang

Max Allegri Redupkan “Bintang” Galacticos

DI DALAM museum Real Madrid di stadion Santiago Bernabeu, selain lemari kaca besar untuk piala-piala yang jumlahnya sudah terlalu banyak untuk dihitung itu, ada satu bagian di mana para fans bisa melihat aksi-aksi para bintang Real Madrid mencetak gol dari era sekarang dan masa lalu melalui instalasi video-video yang terpisah. Dari Alfredo Di Stefano hingga Emilio Butragueno, semua legenda Los Blancos bisa terekam dengan sempurna dan bisa dinikmati ulang. Walau begitu, hampir semua video aksi para pemain tersebut diperlakukan dengan egaliter tanpa adanya treatmentkhusus yang membedakan.

Satu-satunya instalasi video yang terlihat spesial adalah video Raul Gonzales, yang sengaja diberikan musik latar lagu opera Nessun Dorma. Menyaksikan rekaman Raul mencetak berbagai gol khas-nya (mematahkan perangkap offside, lalu menggiring bola melewati kiper) diiringi dengan suara penyanyi tenor yang menyanyikan salah satu komposisi klasik terindah di dunia membuat bulu kuduk merinding.

Jelas alasan mengapa Real Madrid merasa bahwa video Raul harus diberikan musik latar yang agung. Superstar seperti Cristiano Ronaldo dan Zinedine Zidane membawa Madrid memenangi banyak trofi, tapi Raul selalu dianggap sebagai anak asli Madrid. Raul adalah perwujudan semangat agung Real Madrid dan oleh karenanya, Real Madrid merasa video penghormatan kepada seorang pemain agung harus mendapatkan musik latar yang agung juga.

Nessun Dorma (secara harafiah artinya “Tidak akan ada yang tertidur”) adalah salah satu lagu opera paling terkenal di dunia dan diciptakan oleh komposer kenamaan Giacomo Puccini. Lagu ini adalah bagian dari opera tiga babak Turandot yang digubah Puccini yang bercerita soal kisah Putri Turandot dan pangeran yang tak diketahui namanya. Putri Turandot memberi 3 teka-teki yang jika bisa dijawab oleh sang pangeran, maka ia boleh menikahi sang putri.

nessun dorma

adalah salah satu lagu opera paling terkenal di dunia dan diciptakan oleh komposer kenamaan Giacomo Puccini.

 

Si pangeran bisa menjawab semua teka-teki yang diajukan oleh Putri Turandot, namun sang putri tetap urung untuk menikahinya. Sang pangeran menantang balik: Jika Putri Turandot bisa menebak nama asli sang pangeran sebelum pagi menjelang, maka sang pangeran akan bunuh diri. Tapi jika tidak bisa menebak, Putri Turandot harus menikahinya.

Nessun Dorma adalah lagu kemenangan yang dinyanyikan sang pangeran karena sang putri tak bisa menebak namanya. Tak heran jika video Raul dipadankan dengan lagu ini karena aksi “Sang Pangeran” selama bermain untuk Real Madrid seringkali membuat tim lawan tak bisa menebak arah pergerakannya di lapangan.

Di leg pertama, seperti halnya Putri Turandot, Real Madrid memberikan 3 pertanyaan kepada Juventus:

1. Sanggupkah Juventus menahan daya gedor Los Galacticos dalam wujud Cristiano Ronaldo, Gareth Bale dan lain-lain?
2. Seberapa hebat lini depan dan tengah Juventus yang dominan di Serie A namun selama ini melempem di Eropa?
3. Apakah Juventus akan bermain ultra defensif?

Ketiga pertanyaan tersebut dijawab dengan meyakinkan oleh Juventus dengan kemenangan tipis, namun Real Madrid masih belum menyerah kalah dan mengatakan bahwa keadaan akan dibalikkan ketika bermain di Spanyol. Hasil leg kedua yang berakhir imbang setelah Juventus meladeni permainan terbuka Madrid dengan serangan balik kilat menunjukkan bahwa seperti halnya Putri Turandot tak bisa menebak nama sang pangeran, Real Madrid pun tak bisa mencari solusi menaklukkan Juventus.

Nama asli sang pangeran dalam opera gubahan Puccini adalah Calaf, tapi dalam opera gubahan La Vecchia Signora, nama sang pangeran adalah Massimiliano Allegri.

Usai 90 menit di Bernabeu, Allegri layak meniru Luciano Pavarotti untuk bernyanyi Nessun Dorma keras-keras, terlebih di bagian akhir: Tramontate, stelle! All’alba vincero! Vincero! Vincero!  (Meredup kau bintang-bintang! Saat pagi aku akan menang! Menang! Menang!)

Massimiliano Allegri, pria berwajah sayu yang kedatangannya ke Juventus disambut dengan demonstrasi 300 orang tifosi klub tersebut, dengan gagah berani telah meredupkan bintang-bintang Galacticos.

Sentimen negatif ini juga gambaran dari penerimaan umum suporter Juventus secara global ketika Allegri ditunjuk sebagai pelatih. Sekarang mungkin bisa saja ada pihak-pihak yang mengklaim bahwa sedari awal mereka percaya kemampuan Allegri, tapi di awal musim, nada yang keras terdengar adalah pesimisme. Beberapa orang bahkan memberi reaksi kepada Allegri seolah-olah ia adalah malaikat maut yang akan memulai akhir zaman.

Allegri Hampir Hadirkan Mimpi Trebel Winner

Allegri Hampir Hadirkan Mimpi Trebel Winner

 

Mood para tifosi Juve tak begitu cerah. Antonio Conte, yang membawa klub tersebut juara liga 3 kali berturut-turut mengundurkan diri mendadak. Penggantinya adalah Allegri yang bukan hanya berasal dari klub yang mereka benci, namun juga membawa klub yang mereka benci tersebut berada di peringkat 11. Tiba-tiba orang yang selama ini jadi bahan tertawaan ditunjuk menjadi pelatih baru. Suramnya mood para fans ini  (kala itu) diperparah dengan kencangnya rumor bahwa Arturo Vidal akan hengkang ke Inggris. Bahkan saat Juve mampir ke Indonesia, dan ketika nama Vidal dipanggil ke panggung, teriakan setengah putus asa “Please stay, Arturo!” terdengar dari barisan penonton.

Maka tak mencengangkan ketika ditanya kira-kira bagaimana kiprah Juventus di Serie A musim ini, tak sedikit yang menjawab, “Masuk 3 besar saja sudah bagus”.

Fast forward ke akhir musim, semua kekhawatiran itu tak berarti. Juventus sudah memastikan gelar juara Serie A, meski kesempatan meraih treble menguap saat ditundukan Barcelona 3-1 di final Liga Champions di Berlin. Sebelumnya Juve sukses merengkuh gelar Coppa Italia dengan mengandaskan klub ibu kota Lazio.  Allegri memang tidak membawa Juventus tidak terkalahkan dalam semusim atau menembus 100 gol seperti yang dilakukan Conte, tapi dengan membawa Juventus ke Berlin, ia sudah melakukan apa yang Conte tak bisa lakukan.

Setelah 20 tahun Allegri sembahkan tropi Coppa Italia Untuk Juventus

Setelah 20 tahun Allegri sembahkan tropi Coppa Italia Untuk Juventus

Gelar Scudetto Juve ke 33

Gelar Scudetto Juve ke 33

 

Kecemasan akan Allegri di awal bisa dimengerti, tapi kesuksesan Allegri sekarang ini bukanlah sesuatu yang tanpa preseden. Seperti saya tulis di kolom ini pada awal musim, meski wajah Allegri minta dikasihani, ia sudah pernah juara bersama AC Milan dan membawa tim yang sama masuk ke Liga Champions meski ditinggal 3 pemain bintang. Ia punya DNA pemenang. Lagipula skuat Juventus tetap yang terbaik dan secara kedalaman jauh lebih superior dibandingkan tim lainnya di Serie A.

About syukronachmad

iam a journalis, i love Juventus Football Club, iam aMoslem, and iam Nasionalism

Discussion

No comments yet.

Leave a comment